Rabu, 24 Januari 2018

Dipagari Keterbatasan



Assalamu’alaikum, 좋은 하루보내세요?

Dalam Statistika ketika melakukan sebuah pengukuran, kita akan mendapatkan data. Data disini ada banyak jenisnya, sehingga dibagi menjadi beberapa jenis skala pengukuran atau tipe data. Aku tertarik pada salah satunya, yaitu interval.

Interval adalah jenis data berupa angka yang dipakai untuk pengukuran parametik, didalamnya terdapat interval dan angka nol, istimewanya nol dalam data ini tidak absolut atau tidak benar-benar nol (tidak hilangnya parameter). Salah satu contohnya pengukuran suhu Celcius dan Fahrenheit, artinya 0 derajat dari pengukuran suhu bukan berarti tidak ada panas pada suatu benda.

Kenapa aku membahas tentang data dalam Statistik? Apa hubungannya? Aku sendiri tak berniat untuk membahas masalah studiku, tapi karena data ini aku melewati sebuah perenungan yang panjang. Tiba-tiba saja diotakku terlintas kalimat ‘Aku manusia biasa atau manusia istimewa?’. Pada saat itu kujawab, jelaslah aku termasuk yang pertama.

Aku sering berpikir, kenapa ya temanku ini pintar, lebih cepat mengerti pelajaran sulit dibandingkan denganku? Kenapa ya penulis ini karyanya bagus bisa menuliskan hal inspiratif? Ah, aku ini manusia biasa mungkin, sehingga tak bisa melakukanya. Yang terakhir ini begitu mengganjal dibenakku.

Namun jika dipikir lagi, kata ‘biasa’ terlalu sederhana untuk dikaitkan dengan Ciptaan Tuhan. Manusia tidak sesederhana itu, tak se’biasa’ itu.

Data interval menjawab monolog otakku. Manusia ‘Biasa’ bukan berarti biasa-biasa saja, perbedaan manusia yang satu dengan lainnya barangkali adalah karena detail yang sering diabaikan oleh ‘manusia biasa’. Ya, kerja keras! Juga hal penting lainnya seperti kebiasaan baik atau mendisiplinkan diri mengulang suatu kegiatan positif setiap hari (belajar, membaca, menulis), pantang menyerah meski berulang kali gagal, motivasi diri, dan doa. 

Manusia diberi kemampuan yang sama, perangkat atau komponen yang sama tinggal bagaimana kita menggunakannya. Manusia ‘biasa’ karena hal-hal yang dilakukannya biasa-biasa saja.

Aku menyadari itu, bagaimana menjadi manusia yang istimewa? Kanan kiriku sejak kecil dulu, tak banyak yang menginspirasi dalam hal meraih cita-cita. Justru keterbatasan yang banyak kulihat. Dan aku terperangkap di dalamnya, pagar keterbatasan itu. Dulu aku tak menganggap serius menjadi seperti apa aku nanti, seseorang yang bagaimana di masa depan. Meski tertinggal dari teman yang lain, kurasa aku belum terlambat mengejar cita-cita. Bukan mengejar mereka, masing-masing memiliki jalan yang berbeda. Begitu juga jalanku juga jalan kalian. Tidak boleh terfokus pada ketertinggalan, namun fokus pada rute mana yang harus ditapaki.

Ada tiga keterbatasan yang paling sering menutup jalanku, mungkin kamu juga pernah mengalaminya?

Aku beruntung lahir dalam keluarga serba kekurangan. Uang salah satunya. Aku benar-benar menyaksikan usaha kami selalu diberi pertolongan Allah. Seperti yang kubilang tadi, namun aku sedikit lambat untuk menyadarinya.

Sewaktu SD aku pernah ingin sekali mengikuti lomba mewarnai. Persyaratan lomba adalah membayar uang Rp15.000,- pada saat itu. Aku yakin aku buruk dalam hal menggambar tapi dorongan untuk ikut begitu menggoda. Seingatku aku dulu merengek agar diijinkan Mamake dan diberi uang. Lima belas ribu rupiah terlalu mahal dalam hitungan ‘ekonomi mamake’, uang sebanyak itu bisa untuk belanja sayur dua hari. Aku memang kejam.

Pagi itu mamake luluh dan memberi uang belanjanya, aku senang tentunya. Jarak sekolah yang hanya 50 meter dari rumah, sebenarnya cukup berlebihan jika datang lebih awal, tapi melakukannya pagi itu  untuk mendaftar.  Namun dengan adanya uang itu tidak membuatku mengikuti lomba, karena Abangku yang terpaut 4 tingkat diatasku mati-matian mencegahku, aku ingat betul kalimatnya padaku di dekat tiang bendera sekolah.

“Kamu gak bakal menang, sayang duitnya!”

Meski aku membenarkan kalimatnya, aku masih tidak ikhlas dengan gagalnya ikut lomba ‘hanya’ karena UANG!

Orang terdekat. Selain abangku, Mamake adalah orang terdekat yang ‘membatasiku’. Sejak dulu aku dikenal teman-temanku tak bebas untuk bermain, jam sekian sudah harus pulang, mainnya hanya boleh di daerah ‘ini’ tak boleh jauh-jauh, sering dimarahi jika melanggar. Aku selalu penasaran kenapa teman-temanku tidak dibatasi sedemikian ketatnya?

Sama halnya dengan menulis dan menggambar. Mamake sepenuhnya tidak setuju, alasannya ‘tidak penting’. Bagi mamake, dua hal itu tidak memberikan manfaat yang berarti. Aku tak menyalahkan, wajar karena ini bukanlah dunia yang mamake kenal dulu, saat mamake SD yang bahkan tidak tamat karena berhenti di kelas 2.

Alasan kedua, karena kesehatanku yang buruk. Mamake tak mau aku ‘kumat’ karena dua hal ini. Salahku juga sih, bila melakukan hal yang kusukai suka lupa waktu dan batas jam kerja tubuhku. Karena otakku selalu mengomando berlebihan jika menginginkan sesuatu, sulit berhenti!

Tentu saja aku tidak ikhlas jika harus dipagari keterbatasan ini. Aku berusaha meyakinkan mamake dengan pencapaianku, mendapat uang dari menggambar, mendapat hadiah jika memenangkan lomba menulis. Tak lupa aku meyakinkan mamake dengan cerita Bunda Asma Nadia, penulis idolaku. Bagaimana seorang penulis bisa sukses, lebih dari itu juga bermanfaat bagi umat.

Alhamdulillah, kini mamake mengerti. Lewat sebuah kerudung abu-abu syar’i, mamake cerita pada bude, “Ini hadiah Ica menang lomba menulis, ada dua yang satunya dipakai Ica.”

Komunikasi memang penting. Keraguan harus ditepis dengan dikomunikasikan lewat cara-cara yang baik. Terkadang banyak masalah yang muncul bisa dengan mudah diselesaikan, hanya dengan komunikasi.

Aku, aku adalah pagar keterbatasan yang bisa paling tipis juga paling tebal. Pagar yang bisa menjadi  mudah dibuka, atau dikunci dengan rapat. Tergantung Aku. 

Aku yang terdiri dari karakter dan sifat pendukung maupun tidak. Namun lebih banyak dariku yang buruk.

Tidak percaya diri dan minder, malas, tidak fokus, mudah menyerah, lupa tujuan, dan terpuruk untuk waktu yang lama. Kembali ke titik nol! Aku adalah orang yang sangat sulit untuk dimotivasi, namun sangat mudah terpengaruh negatif ‘perkataan’ orang kepadaku. Aku jatuh berkali-kali dan kesakitan, takut untuk kembali bangkit. Meski di satu waktu aku bisa membuka pagar ini, di hari lain aku kembali terkunci.

Kau tahu ternyata ada satu hal yang aku lupakan, hal apa yang aku lewatkan?
Aku lupa mengenali diriku, potensi apa yang ada. Aku masih berpikir aku ini biasa saja. Seperti tulisanku diawal, sebenarnya manusia itu ‘biasa’ karena hal yang dilakukan biasa saja. Aku bisa menjadi diriku di masa depan. Koreksi diri, melakukan yang terbaik!
---

Terakhir, ada salah satu hal luar biasa yang dimiliki otak kita, baca tulisan dibawah ini namun jangan kata-perkata baca langsung saja, yaa:

Tiadk maaslah bagaiamna urtuan huurf-hruuf ynag mebmentuk sebauh ktaa, adna teatp dpaat mebmacanya jkia hruuf petrama dan tearkhir dlaam ktaa tesrebut bearda pdaa tepmatnya ynag teapt.

Berlelah-lelahlah,
manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang! –Asy Imam Syafi’i
Mari berhenti melakukan hal-hal yang biasa saja!

Wassalamu’alaikum, 안녕~

7 komentar:

  1. Semangat,,, Yakin Bisa dari diri sendiri,, pasti akan bisa...
    Sepertinya aku harus melihat Pagar Keterbatasanku...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat bang ✊
      Segera keluar dari pagar 🏃

      Hapus
    2. aku udah bersiap-siap keluar dari pagar,,,
      aku merasakan kebebasan yang tiada satu orangpun tau sensasinya,,, hanya seorang diriku saja...
      Semangat Blogger nya,, Penulis Ica... hehee
      작성자 Ica (Maaf kalau tidak sesuai arti)

      Hapus
    3. Alhamdulillah, tapi ingat ya bang bebas kita harus tetap dalam aturan dan norma, juga agama yang dianut. Supaya hidup tetap terarah dalam kebenaran. Semangat bang Hendra!

      Makasih bang, sudah menjadi pembaca blogku yang masih sederhana 😊
      Ohya untuk bahasa Korea 'penulis ica' ➡️ Ica 작가님 😂 kumaafkan bang.

      Hapus
  2. ica, mba senang. tau? ternyata mba bisa lancar membaca itu "jangan kata-perkata, langsung saja" dari awal mba mencoba, bagaimana jika mba mencoba keluar dari batas yang memagari hidup mba? teruslah menulis untuk memotivasi orang lain, juga diri sendiri. i love you!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah selamat mba,itu salah satu keluarbiasaan otak yang kita miliki dan masih banyak lagi, insyaallah kita semua adalah 'manusia luar biasa' sebagai ciptaan-Nya.
      iya mba, harus mengenali batas-batas 'itu' kemudian cari jalan untuk memecahkan batas, apalagi mba punya teman hidup kan jadi lebih enak kalau didiskusikan, hihi.

      aamiin semoga Allah kasih kesempatan dan kemampuan untuk kita tetap menulis,nado eonni saranghae~~

      Hapus