Kamis, 22 Februari 2018

Bunga di atas Senyummu (Bagian 2 /end)


Assalamu'alaikum, 이 비소리가 좋아용 😍

-Tentang aku hari ini-

Aku ikhlas dengan jatuhnya tetesan hujan dari langit yang membasahiku,  mulai dari kerudung kuning pemberian 'mba supervisor' tahun lalu, baju cokelat dan celana kain; setelan kerjaku. Setiap pulang di jam 8 kira-kira dalam empat hari ini, kusengajakan tuas kecepatan kemudi sepeda motor kutarik tak seberapa, agar lajuku pelan. Menyanyi di perjalanan atau berdialog sendirian, topiknya aku dan hal yang ada dalam pikiranku. Aku suka, berbicara sendiri, terasa lebih akrab.

Selamat membaca~ kuputuskan untuk melengkapi cerpen ini, tanpa ada bagian 3 ^^
🐼

"Bang, boleh aku tahu alasannya? Aku tak menarik," tanyaku pada lelaki berahang kukuh itu. Mata itu tersenyum bersama bibirnya. Masih sama seperti dua puluh tahun lalu. 

"Tak ada, Humaira," ujarnya lembut. Tangannya menggenggam tangan kananku. Masih sama, hangat. Seolah dia mengerti, ketidakmengertianku.

"Cinta tak pernah memiliki alasan apa pun. Begitu pun, aku. Yang ingin kulakukan, adalah mencintaimu karena-Nya." 

Wanita manapun, ingin menangis mendengarnya. 
Aku juga, bang. Kukira hanya aku yang tak memiliki alasan. Karena hal ini, aku berpikir bahwa aku tak memiliki cinta yang pantas untuk cintamu. Dan kamu, tahu? Aku kembali jatuh cinta kepada orang yang sama. Juga tanpa alasan. 

Aku tersenyum menatapnya, seraya sapaan angin di teras saat kami duduk berdua. Menyesap malam, bercerita kenangan dan masa depan. Yang kutakutkan adalah yang kedua. 
---
“Kamu sedang jatuh cinta, ya?" Perempuan kekanakan itu kembali meledekku. Dia terlihat antusias tentang hubungan asmaraku. Kurasa, dia menyangka aku tidak akan membahas tentang laki-laki sampai tua, apalagi dekat dan memiliki hubungan.

"Hush, kamu ini bicara, apa? Aku, kan, hanya ingin bertanya," ucapku, aku tak berani menjawab tidak. Karena keyakinan tak memperkenalkan dirinya pada hatiku.

"Ai, aku sudah mengenalmu dengan baik. Tidak usah menutupi, aku bahagia jika memang ini sebuah awal yang baik untukmu," Kan? Dia kembali meledekku. Tapi ada sebuah ketulusan yang kurasakan darinya.

"Tapi, aku kan tidak tahu apakah dia suka padaku," aku menunduk dalam kesedihan yang tak kumengerti. Aya, perempuan jawa bermata sipit, menyenggol tubuhku.

"Sejauh yang kulihat, sepertinya dia menyukaimu. Kamu itu baik, cantik, tauladan bagiku." Wajahku memerah sempurna. Dia seperti ibu saja. Mendamaikan, meski terdengar berlebihan.

"Perempuan macam apa yang tidak bisa
merias dirinya? Bahkan sesederhana bedak," dia terkekeh dengan kalimatku barusan. Gisulnya kembali terlihat. Lentik bulu matanya merunduk, terpejam. Dia, cantik.

"Bukankah dalam Islam memang seharusnya demikian? Takut tergolong tabarruj. Dan, kamu tidak sendiri, Ai." Benar juga. Islam tidak mengajarkan seorang perempuan berhias untuk lelaki bukan mahramnya, selain suaminya. Tidak baik jika lelaki tertarik karena hiasan, karena nafsu. Perempuan berwajah mungil itu benar.

Lantas, lelaki itu tidak tertarik padaku karena sebuah alasan sejenis itu, bukan? Kuharap pertanyaan itu terjawab. Dan sekali lagi, aku tak mengerti, mengapa aku mempertanyakan demikian. Lelaki itu...
---

"Ai! Ah, aku bahagia sekali. Alhamdulillah," ujarnya penuh bahagia suatu ketika. Dia memelukku erat, dan kurasa kini ia tengah menyeka air matanya di belakang punggungku.

"Zaki, barusan bertanya padaku perihal dirimu. Dia ingin melalui proses ta'aruf denganmu, Ai aku bahagia," suaranya tertutup isak. Tanganku menyeka air matanya, juga merapihkan kerudungnya yang terlipat tak beraturan. Pasti sahabatku ini berlari dari ujung mana, mencariku.


"Alhamdulillah. Terima kasih, Aya. Kamu telah berbahagia untukku." Tak kurasa, senyum ini juga mengulum air mata.
---

Bang, kau tahu? Berapa kali aku telah jatuh cinta padamu? Aku sendiri tak bisa menghitungnya.

Aku mengerti, bang. Seperti apa, cinta itu terjatuh tanpa alasan. Tak ada hal yang mampu mengubahnya. Tidak harta, wajah, usia juga kekurangan maupun kelebihan. Dan cinta itu kukuh, ketika dua hati itu disatukan oleh-Nya.

Bang, kamu adalah orang kesekian yang mengenalkanku akan cinta, menjadi seorang kekasih. Karena hari ini aku juga kembali jatuh cinta kepada satu orang yang sama, kusimpulkan bahwa, disetiap hariku sejak bertemu denganmu, adalah perasaan jatuh cinta yang terus berulang. Hingga kini, meski yang kulihat serpihan bunga, dan bayang senyum matamu.
🐼

Aku akan menulis satu cerpen malam ini, cerpen yang kuceritakan kemarin. Semangat, Ica! ^^

Selamat beristirahat!
Wassalamu'alaikum, 안녕 ~♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar