Sabtu, 31 Maret 2018

Membangun Cerita di dalam Otak

Assalamu'alaikum, 조흔 밤이여요~~
Yellow is mine :*
Mari mundur 34 hari dari sekarang, yaitu hari Minggu tanggal 25 Februari 2018. Saat itu aku masih bekerja sebagai SPG event seperti yang kuceritakan dalam kiriman Malam Minggu Rasa Tahu lalu. Sejak Januari 2018 aku bertekad 'comeback' be writter again, dimana sejak aku bekerja sebelum dan saat sakit sempat vakum atau berhenti menulis. Tidak benar-benar berhenti, namun sangat rendah frekuensinya dengan berbagai 'Alasan', kalau aku dekat atau bahkan berkerabat atau murid Bapak Isa Alamsyah yang merupakan suami Bunda Asma Nadia mungkin aku sudah dimarahi dan diminta baca buku beliau yang berjudul 'NO EXCUSE' hihi, tapi aku sudah baca yaa. :D Sekembalinya aku menulis itu diawali dengan komitmen untuk menulis di blog sejak akhir Desember 2017, lalu di Januari banyak update info lomba menulis cerpen.
Tidak hanya cerpen, lomba blog dan menulis artikel pun juga kuikuti. Satu hal penting dari setiap lomba yang kuikuti adalah FREE, gratis tanpa biaya pendaftaran dalam keikutsertaan. Haha, ini syarat wajib sih dalam standar kepenulisanku. Karena apa? YA! Selain aku tak punya, ah tidak bukan tak punya, punya tapii uangku tidak dianggarkan untuk hal tersebut, masalah nominal biar aku saja lah yang tahu; tapi juga karena aku tahu betul kemampuanku dimana dan seberapa. Mungkin di masa depan barulah aku mengikuti ajang semacam ada biaya seperti itu. Aku yang sekarang masih berproses untuk meningkatkan kemampuan setaraf itu.

Salah satu lomba yang kuikuti bulan ini adalah lomba cerpen dari Spasi Media bertemakan 'Jarak'. Aku memutuskan untuk mengikuti lomba ini karena terpenuhinya syarat atau standarku juga kurasa aku punya ide yang bisa kutulis sesuai dengan tema. 'Alasan' yang kumiliki saat itu adalah waktu yang minim untuk menulis, dimana pekerjaan wajib lain yang tak bisa ku'skip' membuatku sedikit pusing. Pagi hari aku melakukan pekerjaan rumahan lalu belajar sebentar, siang sampai malam aku bekerja, dan pulangnya lanjut belajar dan diskusi atau mengerjakan tugas dari tutor. Biarpun demikian aku berpikir, harus disempatkan!

Aku menyadari bahwa ada hal lain yang biasanya kulakukan saat menulis, terlepas dari metode yang pertama dulu saat awal menulis, yaitu membangun cerita dalam pikiran terlebih dahulu. Ya, aku tak bercanda. Saat awal menulis dulu, aku (dan mungkin banyak dari pemula) menulis di buku atau laptop secara langsung tanpa berpikir (maksudnya belum begitu tahu apa yang mau ditulis, hihi mana mungkin orang tidak berpikir XD), kemudian saat ada 'excuse' buntu ide muncul, waktupun tersia-sia karena aku atau 'si penulis' tidak jadi menulis.

Membangun cerita di dalam pikiran artinya kita menyusun bagian-bagian cerita atau cerita yang akan ditulis alurnya akan bagaimana. Saat itu aku memanfaatkan waktu istirahat untuk 'berpikir' cerpenku yang satu ini. Setiap suapan bekal yang kubawa dari rumah dan alunan lagu dari handphoneku, saat itu juga aku memikirkan ide tulisan. Di otakku tergambar, openingnya begini, lalu menjelaskan kejadian yang penting apa saja, memunculkan konflik di bagian mana, penyelesaian atau endingnya seperti apa. Dan terakhir pasti judul cerpen yang teramat penting juga.

Judul itu ibarat baju atau visual awal yang kita lihat dari orang, harus menarik perhatian. Buat judul yang unik atau bisa dibilang aneh tapi bukan aneh yang diabaikan atau tidak bisa diterima, buat judul yang mengundang tanya. Untuk cerpenku yang sekarang kuceritakan ini berjudul, "Luka di Lemari". Bagaimana menurutmu? Ada gambaran apa ceritanya? Kalau belum, bacalah cerpenku, hihi sekalian promosi.

Selain Judul para editor juga biasanya menilai atau memberikan perhatian lebih pada paragaraf awal atau opening cerita yang menjadikan patokan apakah akan melanjutkan membaca atau tidak (ini kalau di redaksi koran atau majalah ya, kalau lomba aku kurang tau). Jadi opening atau pembukaan juga harus dimaksimalkan, entah itu dibuat absurd untuk mengundang rasa ingin tahu, atau sekilas menampilkan konflik dan lain sebagainya. Kalau aku pribadi, cerpen-cerpen yang kutulis biasanya absurd di awal (ada juga yang sampai akhir haha). Sebenarnya semua detail cerpen itu penting, tapi untuk kedua itu rasaku perlu diberi perhatian lebih.

Setelah kurasa sketsa cerita di otakku cukup, tapi ingat perlu memerhatikan kapan deadlinenya yaa, akupun pergi ke perpustakaan daerah untuk menulis. Di sana aku meminjam komputer untuk mengetik cerita, alasannya adalah aku suka perpus dan keyboard di perpus empuk dan nyaman sekali buat nulis cepat. Haha. Sekitar dua jam aku telah menyelesaikan cerpenku. Cepat bukan? sekali duduk saja, hihi. Inilah positifnya dari membangun cerita di otak lebih dulu, aku tahu betul apa yang akan kutulis. Waktu lebih efisien.

Setelah menulis apakah aku langsung mengirimnya? Tidak! Langkah kedua sebelum akhir adalah proses editing. Diamkan atau inkubasi cerpen yang telah kutulis, lalu buka dan baca ulang seolah-olah aku seorang editor dan pembaca, lalu memperbaiki poin-poin atau bagian yang dirasa kurang.

Kurasa itu langkah menulis yang kulakukan dalam menulis cerpen, di kiriman selanjutnya aku ingin bercerita tentang kejutan hari kemarin. Kau tahu sebenarnya aku tak berniat menuliskan tips (anggap saja tips) tapi entah kenapa mengalir begitu saja. Haha, sampai nanti di kiriman selanjutnya. Soon~

Wassalamu'alaikum, 안녕~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar